Rasa.


Logika dan perasaan adalah dua hal yang harusnya diseimbangkan. Tetapi sejauh yang saya pelajari, semakin hari manusia semakin didominasi oleh perasaannya dalam berbagai hal. Didalam setiap pengambilan keputusan, emosi selalu menang dan kemudian berkuasa.

Akan tetapi, berbagai keputusan yang diambil hanya didasari oleh rasa tanpa sedikitpun dipertimbangkan oleh logikanya biasanya selalu keliru.

Rasa biasanya cenderung melebih-lebihkan, menyeret hal-hal disekitarnya yang sebenarnya tak memiliki relasi sedikitpun untuk kemudian dipaksa ambil bagian dalam suatu masalah.

Keputusan yang diambil hanya dengan berdasarkan rasa tidak pernah memperdulikan akibat. Rasa hanya melihat satu sudut pandang, rasa mengambil keputusan hanya berdasarkan oleh apa yang dilihatnya saja.

Pada akhirnya, keputusan yang sudah diambil atas dasar rasa akan melahirkan penyesalan dan meneteskan kalimat: "seharusnya tidak seperti ini".
Thursday, 8 November 2018
Kategori: ,

Cita dan Cinta Minggu 1: Bertemu.


"Yang namanya agama ituuu.......jangan ditelan bulat-bulat dong, Akbar."

Sekarang adalah hari minggu, pagi ini aku berencana akan melakukan lari pagi di sekitaran taman kota di kotaku. Sepertinya aku butuh sedikit hiburan dan mencari angin setelah selama seminggu disibukkan dengan tugas-tugas kuliah dan berbagai pekerjaan yang lumayan memusingkanku.

Aku tinggal di sebuah kota yang tidak begitu besar dengan kebanyakan penduduknya yang non muslim. Sekarang adalah hari minggu, itu artinya akan ada banyak penduduk yang pergi beribadah pagi ini mengingat bahwa kebanyakan penduduk di kota ku adalah non muslim.

Namaku Akbar, umur 22 tahun. Orang tuaku memberikan nama tersebut bukan tanpa alasan. Mereka memberikan nama tersebut karena mereka percaya bahwa dengan memberikan nama yang berbau Islami padaku akan membuatku lebih taat beragama. Ya, aku lahir ditengah-tengah keluarga yang begitu taat pada agama.

Aku mempunyai 2 orang saudara laki-laki yang lebih tua dariku. Mereka berdua adalah tamatan perguruan tinggi Islam. Yang paling tua kini kesibukannya adalah mengajar di sekolah Madrasah Negeri, sedangkan yang kedua sibuk bekerja di sebuah pertambangan minyak yang banyak diimpikan oleh orang-orang untuk bekerja disana.

Hanya akulah satu-satunya anak didalam keluargaku yang tidak berkuliah di perguruan tinggi Islam. Keputusanku untuk tidak memasuki perguruan tinggi Islam bukan tanpa perdebatan, bahkan seluruh keluargaku sampai enggan berbicara padaku selama kurang lebih sebulan karena keputusanku tersebut.

Aku juga menolak untuk masuk perguruan tinggi Islam bukannya tanpa alasan, tentu saja aku punya alasan untuk keputusan yang sangat merubah jalan hidupku tersebut. Alasannya adalah karena aku merasa belajar ilmu agama sebenarnya tiada berguna dan hanya membuang-buang waktu saja.

Pagi ini aku akan sedikit berolahraga juga dengan alasan untuk meninggalkan rumah dan mengelak dari berbagai ceramah keluargaku untuk sementara waktu. Bosan aku mendengar berbagai ayat yang mereka lontarkan padaku karena mereka pikir aku sudah tidak lagi percaya pada Tuhan. Tapi sesungguhnya mereka salah tentang itu.

Setelah selesai mandi dan memakai perlengkapan olahragaku, langsung kulangkahkan kakiku menuju taman kota yang terletak tidak begitu jauh dari rumahku dan berada dipusat kota yang tidak begitu besar ini.

Sepanjang aku berlari-lari kecil menuju taman kota aku melihat sekeliling. Yang kulihat adalah jalanan sepi di minggu pagi serta berbagai aktifitas di hari minggu seperti orang-orang yang pergi beribadah ke gereja.

Aku juga melihat beberapa orang yang juga berlari-lari kecil sepertiku, mereka juga pasti menuju taman kota pikirku. Kulewati warung-warung nasi yang menjajakan sarapan pagi dengan pelanggannya yang sedang mengantri. Ah, pemandangan pagi hari yang begitu tenang.

Sesampainya di taman kota kulihat ada beberapa kelompok orang tua yang sedang senam pagi disana, beberapa orang yang berlari mengelilingi taman kota, dan beberapa bangku taman di sekeliling yang diduduki oleh orang-orang dengan berbagai macam kegiatan.

Aku berlari memutari taman kota beberapa kali hingga langkah kakiku melambat dan terhenti karena lelahku. Nafasku memburu dan aku berhenti tepat didepan bangku taman yang diduduki seorang gadis yang sepertinya sedang tidak  berolahraga. Karena kulihat pakaiannya bukanlah pakaian olahraga dan sepatu yang digunakannya bukan merupakan sepatu olahraga.

Karena aku kelelahan aku langsung duduk disebelahnya, dia tidak menghiraukanku karena sedang fokus membaca sebuah buku dengan santai. Ketika akan duduk kulihat wajahnya yang cantik dengan rambutnya yang dikuncir belakang. Kulihat juga hoodie bag disebelahnya yang terlihat berisi tapi aku tak tau apa isinya.

Aku duduk sembari meredakan nafasku yang memburu, kesalahan besarku hari ini adalah tidak membawa minum dari rumah. Sialan pikirku.

Tiba-tiba gadis disebelahku menurunkan bukunya dan menoleh kearahku seperti terganggu dengan suara ngos-ngosanku. Tak lama setelah melihatku yang kelelahan ia langsung menyodorkan botol minumnya yang ia letakkan tepat disebelahnya padaku.

"Minum aja nih.", katanya padaku. Aku hanya diam, aku bingung. Baik sekali gadis ini mau menawarkan minumannya pada pria yang belum dikenalnya. Tak lama dia berkata lagi "Minum aja cepet, dijamin gak beracun!". Dengan masih terheran-heran aku langsung mengambil botol minuman dari tangannya, membukanya, dan langsung meminum air mineral didalamnya. Ia pun kembali melanjutkan membaca.

Aku masih heran dengan apa yang barusan kualami. Kulihat paras gadis ini cantik dan gayanya juga oke, biasanya gadis-gadis berparas cantik itu sombong-sombong karena sudah terbiasa dikejar-kejar oleh banyak pria.

Setelah selesai minum dan menutup botolnya, aku bermaksud  meletakkan botol tersebut tepat disampingnya sambil mengucapkan terimakasih. Tapi ketika akan meletakkan botol itu aku malah menyenggol hoodie bag disampingnya dan menjatuhkan tas tersebut hingga isinya berantakan didekat kaki kami. Kulihat isinya hanyalah beberapa buku bacaan.

Dia terkejut dan reflek langsung melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ketika dia akan menunduk untuk mengutip buku-bukunya aku langsung menghalanginya dengan langsung menunduk sambil berkata "Sorry-sorry, udah biar aku aja yang ambil.". Dia pun langsung kembali pada posisinya semula dengan masih melihatku ketika sedang mengutipi buku-bukunya.

Aku lihat sampul buku-bukunya yang terjatuh, beberapa buku tentang agama dan filsafat. Boleh juga pikirku, jarang-jarang gadis seusiaku ini tertarik pada hal-hal rumit seperti itu.

Akupun secepatnya memasukkan buku-buku tersebut kedalam hoodie bag tadi dan meletakkannya kembali tepat disebelahnya. "Maaf yaa mbak" kataku. Dia membalas "Namaku bukan mbak, namaku Cita. Cita Ramadany Said. Kita seumuran kok." sembari menyodorkan tangan memintaku untuk menjabat tangannya. Kubalas dengan juga memperkenalkan diriku "Aku Akbar, Muhammad Akbar Dzikri Sugiono." sembari menjabat tangannya. Setelah berkenalan dia tersenyum dan kembali membaca bukunya.

Luar biasa, jarang sekali kulihat ada gadis cantik yang mau lebih dulu mengenalkan dirinya. Ditambah lagi setelah kulihat judul-judul buku yang dibacanya. Sepertinya wanita ini tak biasa.

A: Berat juga bacaan kamu.
C: Gitu aja berat, paling cuma berapa biji. (sambil tetap membaca bukunya)
A: Bukan, maksudnya materi-materinya.
C: Ooohhhhhh, hahahaa engga tuh biasa aja. Kirain bukunya yang berat hahaha sorry-sorry..

Aku sendiri semakin heran, apalagi setelah melihat judul-judul buku agamanya yang tidak biasanya dibaca oleh gadis muda seperti si Cita ini. Gadis dengan tampilan sepertinya paling hanya akan membaca buku novel tentang cinta-cintaan remaja dengan berbagai quote-quote patah hati didalamnya. Tapi tidak dengan si Cita ini, aku sempat melihat judul-judul bukunya dan aku yakin yang kulihat adalah buku tentang Tarekat, Hakikat, Makrifat, Nur Muhammad, dan satu buku tentang filsafat.

Sebenarnya aku tidak begitu asing dengan judul-judul itu, aku pernah mendengarnya tapi aku kurang begitu mengerti apa maksudnya. Ah, palingan dia hanya gadis yang berniat ingin hijrah seperti tren yang belakangan sedang digandrungi pemuda sekarang.

A: Ini buku-bukunya ngapain kamu bawa segini banyak? mau kamu baca semua disini?
C: Oohhh engga, itu tadi dipinjem temen. Baru dibalikin, berapa menit sebelum kamu duduk disini dia baru aja pergi.
A: Semuanya udah kamu baca?
C: Hahahaha yaudahlah, liat aja bukunya udah gak mulus lagi.

Sialan, dasar gadis kutu buku. Jika benar buku-buku itu telah dibacanya, itu berarti dugaanku bahwa dia hanyalah seorang gadis yang berniat akan hijrah itu salah. Artinya dia sudah hijrah sejak kulihat pertama kali disini. Tapi kulihat dia tidak mengenakan hijab sekalipun pakaian yang dikenakannya masih terbilang sopan. Tapi ah masa bodoh pikirku.

Aku jadi penasaran dengan buku yang sedang dibacanya. Akupun beranikan diri untuk bertanya "Itu kamu lagi baca buku apa?". Tanpa menolehku, dia hanya menunjukkan sampul bukunya padaku. Yang sempat kubaca adalah tulisan yang paling besar pada sampul buku tersebut yaitu "Nabi Khidir". Nabi apalagi itu pikirku, sepertinya aku pernah mendengarnya tapi tidak dalam daftar 25 nama nabi yang wajib diketahui.

Aku memang bisa dibilang anti terhadap agama, penyebabnya adalah karena sering terjadinya tindakan radikalisme belakangan ini. Ditambah lagi banyak hal dalam agama yang menurutku tidak masuk diakal. Padahal aku tumbuh di tengah-tengah keluarga yang sangat taat beragama dan didikan agamaku pun bisa dibilang cukup. Buktinya aku bisa membaca tulisan arab dengan lancar dan aku hafal semua do'a-do'a dalam solat.

Hal-hal berbau agama lah yang membuat aku keluar rumah dan lari pagi hari ini. Tapi apa? sesampainya disini malah berjumpa orang dengan agamanya lagi. Kesal juga sebenarnya harus kembali berjumpa lagi dengan hal yang sebenarnya aku sangat anti terhadapnya padahal aku datang kesini niatnya adalah untuk menghindari hal tersebut. Tapi apa boleh buat, toh ini juga bukan salah gadis ini.

A: Mau aja kamu percaya sama hal-hal kayak gitu.
C: Hal-hal apa?
A: Ya kisah nabi, mukjizat, segala keajaiban yang kamu baca.

Setelah mendengar kata-kataku dia langsung menoleh kearahku dan berkata "Yang namanya agama ituuu.......jangan ditelan bulat-bulat dong, Akbar.". Setelah mengatakan kalimat itu, dia melihatku untuk beberapa saat dan kemudian dia tersenyum lalu kembali membaca bukunya.

Aku masih kurang begitu paham apa maksud dari kata-katanya tersebut. Aku makin penasaran.

A: Maksudnya gimana?
C: Aku tau kok, kamu pasti nganggap agama itu gak masuk akal kan?
A: Iyaa, terus?
C: (menurunkan bukunya lalu melihat kearahku) Gini loh Akbar, kitab-kitab itu adalah sastra. Kamu tau gak sih kalo didalam sastra itu terdapat banyak kiasan? dan seperti halnya kiasan atau perumpamaan sering tidak masuk akal kan. Jadi, kamu jangan telan bulat-bulat. Harus kamu kaji dulu isinya dan apa maksudnya sebelum kamu simpulkan apa arti dari isi kitab itu. Lah kamu gak mengkaji malah langsung nyimpulkan aja, yaiyalah gak masuk akal.

Setelah mengatakan itu, dia kembali membuka bukunya dan membacanya. Sekarang aku sedikit paham dengan apa yang barusan dikatakannya. Belasan tahun aku diajarkan ilmu agama, tapi tidak pernah sekalipun kudengar ajaran tersebut keluar dari mulut guru atau orangtua yang mengajarkan agama padaku.

Tapi, siapa gadis ini pikirku. Dia tidak tau kalau sudah belasan tahun aku belajar agama, dia kira aku tidak paham apa itu agama. Aku tak terima dengan sikapnya yang seakan menghakimiku.

Gadis ini palingan hanya gadis baru belajar agama seperti anak muda lainnya, dia pasti akan mengesampingkan setiap pendapat yang berseberangan dengan pendapatnya. Gadis ini pasti juga akan beranggapan bahwa semua pemahaman selain apa yang dipercayainya adalah salah. Seperti pemuda labil lain yang baru saja belajar apa itu agama, bersikap paling benar sendiri.

Kulihat dihadapan kami ada rombongan pemuda dan beberapa orang tua yang sepertinya baru pulang dari melakukan ibadah di gereja.

A: Kamu percaya sama agamamu?
C: Percaya dong, gimana sih..
A: Terus, lihat deh mereka..mereka itu nyembah tuhan yang beda sama  tuhan yang kamu sembah. Gimana menurutmu? sebagai seseorang yang percaya dengan agama tertentu.

Dia menurunkan bukunya, melihat rombongan yang baru saja pulang dari gereja itu. Beberapa saat kemudian dia mulai berbicara.

C: Hmmmm, kamu tau gak sih kalo tujuan diturunkannya agama itu bukan untuk mencari mana yang paling benar. Pada dasarnya tujuan dan fungsi semua agama itu sama. Seperti guru, agama mengajarkan kita cara berperilaku dalam hidup, tata cara hidup, memberi tau mana yang salah dan mana yang benar. Jadi semua agama itu pada dasarnya sama, cuma cara-caranya aja yang berbeda. Tuhan juga cuma satu, cuma sebutannya aja yang berbeda.

Kembali lagi untuk beberapa saat dia melihatku, dan kembali membaca bukunya. Aku terdiam dan masih memandangnya, aku sangat terkejut dengan apa yang baru saja dikatakannya. Kata-katanya sungguh telah membuka pikiranku, apalagi jawaban yang dilontarkannya sama sekali tidak seperti apa yang aku duga sebelumnya.

Aku sudah sering menanyakan pertanyaan yang sama pada teman-temanku yang begitu percaya dan cenderung fanatik terhadap agamanya. Dan jawaban yang selalu keluar dari mulut mereka adalah jawaban yang merasa paling benar sendiri, seperti "mereka akan dihukum" atau "mereka telah berjalan dijalan yang salah".

Aku begitu terkejut dengan jawaban yang begitu logis dari gadis ini, tak kusangka gadis sepertinya mempunyai pemahaman yang luar biasa seperti ini. Ditambah dia menjawab pertanyaanku seakan sudah sering menjawab pertanyaan yang sama sebelum-sebelumnya. Aku tak percaya orang yang percaya pada agamanya bisa mengakui bahwa semua agama itu sama saja. Sejujurnya aku mulai kagum pada gadis ini.

A: Kamu bilang kamu percaya sama agamamu, kenapa perintah agamamu sendiri kamu langgar? Maksudku, kenapa kamu gak berhijab?
C: Hahahaha, aku yakin kamu pasti bakal nanya itu. Yaa itu sih menurut penafsiranku sendiri aja. Hukum Islam itu kan fleksibel, Akbar. Jadi menurutku kalau memang dulu diwajibkannya hijab adalah guna menghindari perhatian dan syahwat dari kaum lelaki, menurutku sih dijaman modern ini hal itu tidak begitu diperlukan lagi. Laki-laki sekarang sudah biasa kok melihat rambut wanita yang terbuka, apalagi jika kita kaitkan dengan budaya kita yang sejak dulu kala memang kepalanya tidak tertutup. Jadi aku pikir, bangsa kita sudah terbiasa melihat pemandangan rambut yang terbuka kok. Ya menurutku sih setidaknya pakai busana yang sopan saja sudah cukup dijaman yang modern ini, tapi aku tetap menghargai mereka yang memilih berhijab. Itu kan pendapat dan tafsiran mereka, jadi patut kita hargai.

Sialan, kekagumanku pada gadis ini semakin bertambah setelah dia berkata demikian. Sungguh pemikiran gadis ini begitu terbuka dan luas, kini aku malah merasa seperti kurang ilmu dan pembelajaran.

Begitu salut aku melihat gadis ini, tidak seperti gadis lainnya yang hanya memikirkan soal penampilan atau asmara. Pemikirannya begitu luas dan terbuka, sayapnya begitu lebar dan indah.

A: Aku heran deh liat kamu.
C: Heran kenapa?
A: Ketika gadis-gadis lain lebih suka baca novel tentang cinta-cintaan, kamu malah baca buku filsafat. Ketika gadis lain cuma mikirin hal-hal menarik dimasa remaja mereka seperti penampilan, kamu malah mendalami agama. Aku pikir, untuk gadis secantik kamu ini kayaknya orang juga gak nyangka kalo buku-buku yang kamu baca itu tentang agama dan filsafat.

Cita menutup bukunya, kemudian menyusun buku-bukunya didalam hoodie bag tadi. Sebenarnya sudah kususun, hanya saja aku menyusunnya berantakan sehingga Cita kembali menyusunnya seperti akan pergi.

C: Yah, cantik aja gak cukup dong, kayak barang aja...cuma modal cantik, terus laku gitu? gak gitu dong, aku gak mau disamain sama barang ah.
A: Ngomong-ngomong kamu sering kesini ya?
C: Tiap minggu pagi aja sih, abis aku suka sama udara pagi disini dan suasana sepinya tiap hari minggu. Nyaman banget rasanya. Eh, udah agak panas nih. Aku duluan yaa..

Dia tersenyum padaku, mengambil barang-barangnya lalu pergi berjalan menuju halte bis yang jaraknya lumayan jauh dari tempatku duduk. Aku masih memandanginya dari kejauhan hingga dia naik kedalam bis kota dan menghilang dari pandanganku. Aku masih saja tak menyangka apa yang barusan kualami. Seluruh pikiranku dipatahkan oleh seorang gadis yang baru saja aku kenal beberapa jam yang lalu.

Aku melihat kearah jam tanganku, waktu menunjukkan puku 11.00, matahari sudah lumayan menyengat untuk melakukan jogging. Jadi aku memilih untuk kembali kerumah saja.

Hingga sampai dirumah pun pikiranku masih tetap pada gadis kutu buku tadi, sepertinya aku tertarik untuk bertemu lagi dengannya....

BERSAMBUNG~



sumber gambar ilustrasi: https://pxhere.com/id/photo/1326892

Agak Jauh. Part #2



Terbangun karena pengumuman yang mengatakan bahwa sebentar lagi kami akan tiba di stasiun Kiaracondong, aku tidak asing dengan nama stasiun itu karena sewaktu aku kecil memang sering diajak ke sekitar daerah Keiracondong oleh kedua orangtuaku.

Akhirnya, tiba juga di kota dimana aku menghabiskan masa kecilku, Bandung. Aku begitu bersemangat untuk kembali memijakan kaki di kota kembang ini setelah sekitar 10tahun lamanya tidak kembali ke kota berhawa dingin ini.

Tak lama kemudian akhirnya kami tiba di stasiun kota Bandung, semua penumpang pun turun. Aku mengabari sepupuku yang berada di Bandung, tapi dia sedang ada kegiatan seminar jadi aku berniat untuk mengajak Robby dan Gombos untuk mengunjungi Gedung Sate hanya untuk sekedar berfoto disana sebagai bukti bahwa kami sudah benar-benar tiba di Bandung.


Kami menuju Gedung Sate dengan memesan taksi online, setibanya didepan Gedung Sate kami jajan berbagai jajanan yang dijajakan disana dan tentunya berfoto-ria didepan gedung yang sudah berdiri sejak jaman kolonial itu.



Setelah dirasa foto kami didepan gedung tua itu sudah cukup lalu kami langsung bertolak menuju bengkel paklekku di daerah Cibaduyut dengan kembali memesan taksi online.

Sepanjang perjalanan mataku tidak bisa lepas untuk melirik berbagai sudut kota parahiyangan ini. Senang sekali rasanya bisa kembali ke kota ini. Kulihat perubahan yang lumayan banyak dikawasan pusat kota Bandung ini seperti pepohonan di kawasan Tegalega yang sudah meninggi. Aku bahkan sampai tak menyangka kalau kawasan itu adalah Tegalega.

Sampai di bengkel paklek, ternyata beliau sedang tidak berada di bengkelnya lalu kamipun langsung saja menuju rumah lamaku yang kini ditempati oleh kedua sepupuku yang letaknya tak begitu jauh dari bengkel paklekku ini.

Kami menuju rumah lamaku dengan berjalan kaki, sengaja aku melewati gang-gang yang masih kuingat sembari mengingat-ingat kenangan masa kecil dulu sewaktu aku bermain-main di kawasan ini. Cibaduyut tak banyak berubah, masih seperti yang kukenal dulu dengan suasananya.

Hanya saja ada sesuatu yang menurutku aneh, aku merasa semua jalan, gang, dan rumah di kawasan ini sepertinya mengecil. Mungkin karena terakhir kali kesini tubuhku masih kecil sehingga merasa semuanya lebih besar dari sekarang.

Akhirnya tiba juga di rumah lamaku, masih sama juga seperti dulu hanya beberapa perubahan seperti cat dan pagar yang sudah direnovasi. Aku bertemu Linda, kamipun mengobrol tentang tempat-tempat yang nantinya akan kami kunjungi di Bandung ini dan tentang makanan-makanan yang sangat ingin kucicipi lagi disini.

Hanya Linda sendiri dirumah, karena kakaknya (Yanti) sedang berada di Jawa untuk berkunjung ke kampung halaman calon suaminya. Mungkin untuk membicarakan acara pernikahannya yang akan dilaksanakan dalam beberapa bulan kedepan.



Tak lama saat sedang bercerita tentang kuliner Bandung yang tidak ada di Medan, lewatlah seorang penjual tahu gejrot lalu tanpa pikir panjang langsung di stop oleh Linda sepupuku. Kami semua memesan tahu gejrot dengan porsi yang sama, hanya saja Robby dan Gombos sepertinya masih merasa asing dengan makanan ini bagi lidah mereka. Tak masalah pikirku.

Kami kelelahan, yang Robby dan Gombos lakukan hanya tertidur di kamar atas sedangkan aku kedatangan teman lamaku yaitu Yana dan Febby. Febby adalah teman dekatku sejak kami masih kecil sedangkan Yana adalah teman dekatku dikelas ketika masih SD.

Yang kami lakukan hanya mengobrol dan bernostalgia bersama-sama, mengingat tingkah laku kami ketika masih SD dulu, mengingat teman-teman lama dan bercerita tentang kabar mereka sekarang.

Hingga haripun menggelap, akupun kedatangan Bibiku yang mana adalah istri dari Paklekku yang bengkelnya kusinggahi siang tadi. Sebenarnya kami sudah bertemu siang tadi, akan tetapi dikarenakan keterbatasan kendaraan ditambah lagi aku sudah sangat ingin melihat keadaan rumah lamaku sehingga aku menolak dan menunda kunjunganku ke rumah Paklekku.

Malam harinya juga paklekku datang berkunjung, tetapi tidak untuk waktu yang lama. Dia hanya menanyakan kabar keluargaku di Medan dan tentang tujuan kami ke Tanah Jawa ini. Akupun meminjam motor paklekku untuk kami gunakan besok harinya menuju ke daerah Ciwidey, tentu saja dia meminjamkan.

Besok paginya kamipun bersiap pergi menuju daerah Ciwidey untuk mengunjungi kawah putih dan beberapa tempat menarik lainnya. Sebelum berangkat kami sarapan nasi kuning, salah satu makanan yang memang sudah begitu aku rindukan. 

Febby dan adiknya (Jepri) yang mana adalah teman lamaku juga akan ikut dengan kami menuju Ciwidey. Memang sejak dulu, keluargaku dengan keluarga Febby memang sangat dekat dan sudah seperti saudara sendiri.




Kami melewati jalan-jalan perumahan tempatku menghabiskan masa kecil dulu, dan langsung bertolak menuju Ciwidey. Perjalanan melewati Kabupaten Soreang, begitu banyak kereta kuda. Masih sama seperti dulu.

Setiba di kawasan kawah putih kami semua terkejut dengan biaya masuk sekarang yang begitu tidak masuk akal, aku tidak ingat totalnya berapa tapi yang pasti harganya sangat tidak masuk akal ditambah lagi begitu banyak akal-akalan mereka seperti jasa dan barang  dijual yang sebenarnya tidak begitu penting. Tapi mengingat aku sudah sangat merindukan tempat ini ditambah lagi Robby yang Gombos yang penasaran karena belum pernah kesini jadi harga mahal tadi aku hiraukan.








Kami naik menuju kawah putih dengan angkutan yang sudah disediakan oleh pengelola tempat ini, sampai diatas kami lihat ternyata sudah ramai pengunjung. Sesampainya diatas yang kami semua lakukan hanya berfoto kemudian turun lagi untuk mengunjungi tempat lain di daerah Ciwidey ini.

Setelah dari kawah putih dan mulai melanjutkan perjalanan menuju situ patenggang hujanpun turun walau tidak merata tetapi deras sehingga memaksa kami untuk membatalkan niatan kami berfoto di kebun teh Ciwidey yang kurasa berbeda dengan kebun teh di Sidamanik Sumut. Perbedaan kebun teh terletak pada keadaan tanahnya yang berbatu besar dan berbukit disini.

Kami tidak jadi berfoto karena hujan, dan langsung menuju situ patenggang, mereka bilang disana ada sebuah rumah makan berbentuk kapal yang besar dan sedang hits dikalangan para ABG jaman sekarang.





Sampai di rumah makan berbentuk kapal tersebut kami mencari makanan karena kami semua mulai kelaparan. Kami menemukan penjual yang menjual cuanki, makanan yang tidak ada di Medan dan salah satu makanan yang memang sudah kuincar jika akan berkunjung ke Bandung.

Tapi kelihatannya makanan disini mahal, kamipun membatalkan niat kami untuk makan di tempat tersebut. Kami hanya berfoto, dan hujanpun kembali turun dengan derasnya yang kemudian memaksa kami untuk memasuki rumah makan yang berbentuk kapal itu. Sembari menunggu hujan reda yang kami lakukan hanya mengobrol dan berfoto diatas "kapal" tersebut.


 
Setelah hujan mereda kamipun berniat untuk kembali pulang, tapi saat baru saja mulai berkendara kami kembali dihujani air yang kemudian membuat pakaian kami semua basah.

Tapi melihat langit yang semakin gelap membuat kami tetap melanjutkan perjalanan tanpa ada yang mengenakan jas hujan karena beberapa orang ada yang tidak membawanya. Seringkali kami menghadapi macet sepanjang perjalanan pulang, tapi akhirnya kami tiba juga dirumah setelah sebelumnya menyempatkan untuk membeli nasi padang yang letaknya tidak jauh dari rumah.

Tak lama ketika baru saja sampai, Yanti yang baru tiba dari Jawa pun sampai dirumah sehingga selanjutnya kami bercerita ini-itu sembari memakan bakso goreng yang juga tidak ada di Medan.

Semuanya lelah, kami pergi tidur karena besoknya kami berencana berkeliling melihat-lihat kota Bandung sekalian juga berbelanja di ITC Bandung, salah satu pusat perbelanjaan tekstil yang dikenal sangat amat murah.

Besok paginya semua bangun, sarapan, dan langsung segera bergerak menuju ITC Bandung sambil sebelumnya menyempatkan untuk berkeliling dulu. Aku memang berniat membelikan pacarku oleh-oleh baju dari Bandung, karena Bandung dikenal sebagai pusat fashion dimana barang-barang kebutuhan fashion berkualitas dijual murah di kota ini.

Aku, Robby, dan Gombos sangat terkaget-kaget melihat harga busana yang ditawarkan disini. Sangat amat tidak masuk akal. Kami rasa pakaian-pakaian seperti itu pasti akan dijual di Medan lebih mahal 200%  dari harga yang dijual disini.

Robby dan Gombos juga membeli beberapa untuk dibawa pulang ke Siantar.

Setelah selesai berbelanja pakaian sebagai oleh-oleh, selanjutnya kami ke daerah Leuwi Panjang untuk membeli makanan atau snack oleh-oleh khas Bandung seperti dodol garut dan lainnya.

Disini Robby begitu senang karena dia bisa sepuasnya memakan sample dari makanan-makanan yang dijual disini. Karena memang Robby dikenal pelit dan tidak mau rugi.

Sesudah selesai membeli oleh-oleh yang lumayan banyak kamipun kembali ke rumah, Robby dan Gombos kembali tidur di kamar atas. Linda pergi berkuliah sedangkan aku pergi berkunjung kerumah Paklekku yang letaknya lumayan jauh dari Cibaduyut dengan mengajak Jebri adiknya Febby.

Hingga hari gelap dan adzan berkumandang, aku dan Jepri baru tiba dirumah. Sesampainya dirumah aku lihat sepertinya mereka semua yang dirumah baru saja selesai makan. Mereka bilang makanan ini baru saja diberikan oleh ibunya Febby, seperti yang kubilang tadi bahwa keluarga kami memang sudah seperti saudara.

Malam harinya, dengan diantar oleh Paklekku kami pergi ke daerah lembang untuk memakan sate kelinci bersama Linda, Yanti, dan calon suaminya.

Kami memakan ketan bakar, beberapa memesan mie instan dan tentunya kami semua memesan sate kelinci. Setelah kenyang menyantap sate dari hewan mamalia tersebut kami kembali bertolak menuju rumah, karena besok paginya kami harus tiba di bandara Husein Sastranegara untu kembali ke kota Medan.

Karena sudah terlalu lelah, kami berniat melakukan pengepakan barang esok harinay pada pagi hari. Rasanya sangat tidak ikhlas untuk meninggalkan kota ini, tapi apa boleh buat karena tiket sudah kupesan dua bulan sebelumnya.

Besok paginya kami bangun cepat untuk melakukan pengepakan oleh-oleh yang lumayan banyak. Sedangkan Gombos hanya mengepak barang-barangnya sendiri karena dia tidak akan ikut pulang ke Siantar. Saat kami sedang mengepak, ibunya Febby dan Jepri menyempatkan untuk mengunjungi kami, akupun menyalami sambil pamit akan pulang dan berterimakasih untuk makanan yang sudah diberikan semalam.

Setelah selesai mengepak barang, kamipun sarapan dan langsung bertolak menuju bandara. Tapi kami kembali dihadapkan dengan masalah yang membuat jantung kami berdegup kencang karena Paklekku yang akan mengantar kami menuju bandara dengan mobilnya terjebak macet di perbatasan Bandung-Kabupaten Bandung.

Sampai akhirnya tiba juga dengan waktu yang sudah sangat mepet kami naik mobil dan langsung berangkat menuju bandara Husein Sastranegara. Sepanjang perjalanan aku hanya melihat-lihat suasata kota Bandung yang sebenarnya aku belum ikhlas untuk meninggalkannya. Sambil jantungku tetap bedegup kencang karena melihat jam yang sudah sangat-sangat mepet waktunya.

Setibanya di bandara, sebelum parkir kami mendengar pengumumman tentang pesawat menuju bandara kuala namu yang akan segera berangkat. Kamipun semakin panik dan langsung turun, mengambil barang-barang kami dan langsung berlari menuju pintu masuk bandara.

Aku tak sempat bersalaman dengan orang-orang yang masih berada didalam mobil karena sudah sangat panik. Tapi paklekku berlari mengikutiku menuju filter 1 pintu masuk menuju bandara.

Karena paniknya kami menyalami mereka dengan terburu-buru dan langsung menuju ke lokasi check in. Ternyata pengumuman yang kami dengar tadi bukanlah pengumumman untuk keberangkatan maskapai kami, tetapi untuk penerbangan maskapai lain dengan tujuan yang sama.

Setelah selesai check in kami menuju ruang tunggu, tapi saat kami melalui filter menuju ruang tunggu kamipun distop oleh petugas dikarenakan tenda yang akan kami bawa menuju lorong pesawat tidak diperbolehkan dan harus dimasukkan kedalam bagasi juga.

Terpaksa Robby kembali menuju lokasi check in untuk meletakkan tenda tersebut ke bagasi pesawat. Aku melihat pemandangan bandara yang begitu indah di ruang tunggu, karena hamparan bandara Husein yang luas dengan latar belakang yang bergunung-gunung. Aku menyempatkan diri untuk memfoto pemandangan indah tersebut.

Tak lama kemudian diumumkan bahwa penumpang maskapai kami diperintahkan untuk memasuki pesawat dan lalu Robby pun tiba. Akhirnya kami berjalan menuju pesawat dan menyempatkan untuk berfoto-foto di bandara dengan pemandangan yang indah ini.

Kami pun mendarat di bandara kualanamu sekitar pukul 13:30 WIB, dan langsung mengambil angkutan menuju rumah kami di Siantar.

Sungguh perjalanan singkat yang tak akan terlupakan. Sebenarnya aku sama sekali belum ikhlas untuk meninggalkan kota Bandung dan Jogja, tapi semoga secepatnya bisa kembali kesana dan berlibur untuk waktu yang lebih lama.

Ini hanyalah permulaan dari perjalananku yang panjang.

Latest-Post

Powered by Blogger.

Member-of


Copyright © 2012 - Ade Suganda | Default Design by Johanes Djogan | Edited by @Sooganda